Sabtu, 05 April 2014

Tidak Ada Fanatisme itu

Sekali lagi partai bukan agama. Maka jika ada rasa fanatisme partai yang kemudian mengabaikan hal-hal yang pokok dalam urusan agama jelas itu salah, sudah berlebihan. Rasa patuh yang berlebihan, pembelaan yang berlebihan, mengabaikan kewajiban-kewajiban dalam agama jelas itu tidak benar. Apakah itu hal-hal yang terkait dengan masalah adab, ukhuwah, muamallah apalagi sampai ibadah. Bagaimana ornag mengajak ke partai, bagaimana partai mengajak massa mendukung calegnya, bagaimana partai mengelola kader dan simpatisannya, jika semua dengan cara yang mengabaikan urusan agama yaa sudah, artinya memang partai itu memisahkan agama dan caraq berpolitiknya. Tidak heran bagaimana saat kampanye di jalan, bagaimana saat orasi masih dengan hujatan dan celaan, bagaimana saat menawarkan program dengan janji-janji palsu, bahkan pembohongan di awal yang tidak diketahui massanya sangat boleh jadi mereka lakukan. Bagaimana mereka menarik massa dengan iming-iming uang, dan barang?? Kemudian masyarakatpun memilih sekedar dengan pertimbangan apa yang di depan mata, sesuai kebutuhan sesaat saja. Yaa sudah, nasib sebuah bangsa sudah bisa ditebak dari awal. Tidak ada yang berubah, pemainnya saja yang sedikit ganti formasi.


Bagaimanapun pemimpin adalah cermin dari rakyat yang dipimpinnya. Jika nanti pemimpinnya tidak amanah, korupt, dan suka berkhianat yaa artinya dulu rakyat yang memilih kondisinya juga mungkin sedang sakit kritis juga. Maka sekali lagi peran para 'alim ornag yang berilmu, para 'ulama mereka yang paham agama ajaklah ummat untuk cerdas dalam memilih para pemimpinnya. Nanti... besok... jangan "alok" bahasa Jawanya jika kalian kecewa, yaitu ketika kalian tidak sungguh-sungguh menggunakan hati nurani, akal yang jernih dalam memilih.
Jika pernah menemukan satu sifat karakter yang sudah dipelajari, memang masyarakat kita itu mudah diajak berkerumun tapi sulit diajak berfikir, mudah marah tapi sulit diajak mencari solusi, mudah menghujat/protes tapi sulit diajak musyawarah. Jadinya yaa, seperti dalam kamus bahasa Inggris muncullah kosakata "amok" itu dari sini_Indonesia.

Kecewa dengan partai dan semua janji pemimpin yang sudah-sudah? Bukan berarti tidak ada, solusi dan alternatif. Lihat dengan objektif sekali lagi apa yang ada di depan mata kita, apa yang kita dengar agar tidak sia-sia. Kasihan generasi kita.... apa jadinya jika orang dewasa banyak yang sembrono dan egois?? Jadilah orang yang cerdas ! Kapan Indonesia dipandang sebagai negara yang cerdas jika kita sendiri memposisikan diri sebagai orang-orang yang tidak cerdas?

Tanpa meninggalkan doa dan doa agar negeri ini diselamatkan dari bencana baik dari alam ataupun pemimpinnya yang sewenang-wenang. salaam


Tidak ada komentar:

Posting Komentar