Senin, 13 Januari 2014

Empat Kuning Telur yang Berbeda

akhir liburan ahad sore kemarin . . . .
Lauk cepat saji yang mudah dibuat, telur dadar. Sore hari hujan lebat, tidak sempat membuat yang spesial akhirnya buat telur dadar saja. Ada 2 jenis telur di rumah, bebek dan horn. Pilih yang horn saja, kalau tidak segera diolah biasanya tidak bagus, yang bebek bisa lain waktu untuk sarapan ponakan-ponakan. 
Siapkan bahan-bahannya, setelah siap peralatannya, ambil telur untuk diceplok. Setelah dua telur saya ceplok, eiit tunggu aku urung mengocoknya. Ada yang menarik, ada yang berbeda saat aku menjatuhkan 2 telur tadi. Kondisi pertama, kuning telur ke-1 tidak utuh bulat, kuning telur ke-2 masih utuh bulat. kedua, ku amati ukuran kuning telurnya juga berbeda agak jauh padahal telurnya tadi ukuran kurang lebih sama. Yang ke-1 masih agak banyak, yang ke-2 kecil sekali tapi putih telurnya banyak. Yang ketiga, warnanya. Kedua kuning telur tadi sama-sama kuning pucat.
Aku jadi tertegun, sebelum mengaduknya. Aku jadi bertanya, bagaimana telur-telur ini dihasilkan? Bagaimana ayam-ayam itu menghasilkan telur? Apa makanan ayam itu setiap harinya sehingga bertelur? Apakah ayam-ayam itu tetap sehat kondisinya saat bertelur setiap hari?


Wah, tak jadi masak ini nanti. Kulanjutkann mengaduk dan mencampur bahan lain, bisanya orang di rumah suka jika ada sayur/tempe+cabenya, kalau saya dulu suka telur dadar yang digulung tebal dan dibuatkan. Berbeda dengan kakak, saya yang paling tidak suka dengan masakan dari telur apalagi yang digoreng, dan ini dari kecil. Masih ingat dulu sejak kecil kami hampir setiap hari harus makan dengan telur, karena Bapak dulu kerja di peternakan tempat saudara. Setiap akhir pekan biasanya beliau dibawakan oleh-oleh telur dari sana. Saya lebih suka tempe..hmm lebih gurih dan enak, terutama yang dibungkus dengan daun.

Kembali ke telur dadar, nah ini baru tak goreng koq ternyata juga tidak tidak sebagus kalau pakai bebek yaa, agak ambyar pas mau digulung.
Oh jadi ingat ini kan telur horn, bukan bebek apalagi ayam kampung atau mentok. Telur bebek cenderung sedikit albumennya tapi kuning telurnya lebih besar, warnanya biasanya lebih kuning, kalau digoreng tidak begitu mengembang tapi tidak mengempis ketika dingin, rasanya juga beda. Kalau telur ayam kampung, saya paling jarang gunakan untuk dadar, biasanya kita rebus saja. Dan saya ingat, dari kecil lebih sering telur kampung itu hanya direbus atau dikukus. Telur ayam kampung bagus di kualitas, kuning telurnya lebih ke orange, kalau digoreng tidak terlalu mengembang jelas karena ukuran lebih kecil putih telur juga tidak sebanyak horn. Nah kalau telur mentok, ukuran telur lebih besar. Kuning telur cukup besar, albumen cukup banyak. Kalau digoreng agak keras, dan di rumah jarang digoreng. Lebih sering dieramkan atau dijual saja atau kadang siapa yang mau?
Dari kondisi kuning telurnya, sebenarnya kita bisa menilai kualitas telur yang akan kita konsumsi. Juga bisa memilih mana yang lebih bagus, lebih sehat. Memang tergantung telur siapa..ehh telur apa? Selain itu juga cara pemeliharaannya.
Horn hidupnya serba instan, makanannya serba instan, hidupnya aman nyaman diisolasi, terbiasa tercukupi gizinya memang, tapi kualitas produk jauh di bawah ayam kampung. Ayam kampung hidupnya lebih alami, cukup mandiri, makanan cukup bervariasi, cari makan sendiri, dan lebih survive jarang pakai obat-obatan jika sakit. Dulu ketika saya hobi memelihara unggas sendiri, musim dingin/flu atau serangan penyakit tertentu dikasih puyang yang dicampurkan pada pakannya. Kata bapak, dulu kalau di peternakan sudah dalam bentuk serbuk/digiling. Bapak sangat hafal dengan nama-nama penyakit ternak, musim, jenis dan gejalanya lalu bagaimana menanganinya.
Bagaimana nasib telur dadarnya? Yaa sudah matang, siap disantap saja. Selanjutnya, saya jadi ingat bagaimana sekarang harga telur yang mahal horn berkisar 15rb/kg, bebek 1500/butir (kalau tetangga ada yang membutuhkan, bahkan sebelumnya kami kasihkan 1200/butir), ayam kampung mungkin sama bebek, sangat jarang dijual. Coba bayangkan, antara konsumsi telur domestik untuk keluarga dan produksi aneka kue dan roti. Bahkan mereka di usaha kue dan roti, berusaha meminimalkan telur tapi hasil tetap maksimal, maka alternatif dengan banyak bahan tambahan yang kimiawi. Sekarang jarang, memperhatikan kualitas tapi lebih sering pada rasa dan penampilan.
Bagaimanapun telur sumber protein yang tinggi, praktis diolah, cepat saji, dan variatif olahannya. Namun, menurut saya alangkah lebih baik jika memilih telur yang baik, lebih sehat. Ahhh mahal! Ada alternatif, cobalah manfaatkan pekarangan yang ada untuk bisa menghasilkan telur sendiri_dari ternak sendiri maksudnya. Yaitu jika anda masih punya cukup ruang dan waktu untuk itu, lebih menyehatkan keluarga. Atau, selingi tidak melulu telur yang instan/horn.
Mengapa saya membandingkan keempat telur tadi? Alhamdulillah, karena di rumah hampir ada keempat jenis telur tadi secara bergantian atau bersamaan. Yang tiga jenis tidak usah beli, yang beli dan hanya kadang-kadang hanya yang horn. Meskipun sekarang tidak ada mentok, karena kewalahan banyaknya dan pakannya, dengan 4 ekor bebek dan beberapa induk ayam lumayan untuk menyehatkan anak-anak di usia tumbuh kembang mereka.
Perlakuan pada hewan ternak kita juga akan mempengaruhi kualitas, dan kita tahu apa yang kita makan darimanakah asalnya?? Itu bagus!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar