Jumat, 07 November 2014

Melogika Peristiwa

Melogika peristiwa : sebuah kesalahan yang fatal kemudian membawa pada rasa bersalah yang berlebihan kemudian secara berlebihan pula menjadi sebuah perayaan.

Peristiwa yang terjadi dalam sejarah Islam pada 10 asyuro, ketika cucu Nabi SAW wafat karena dibunuh oleh orang-orang yang berkhianat kepada rombongan kaum muslimin yang merupakan sebagian besar keluarga Nabi SAW yang sebelumnya mereka menyatakan ingin melindungi. Itulah bagian dari bergulung-gulungnya fitnah yang menimpa kaum muslimin setelah satu persatu khulafaur rasyidin syahid, yang kemudian kepemimpinan ummat diperebutkan oleh nafsu duniawi. Nabi sendiri suatu ketika pernah menyebutkan, peringatan itu bahwa fitnah itu akan datang seperti gelapnya awan yang bergulung-gulung menimpa kaum muslimin. Lalu, kenapa mereka sendiri yang melakukan kesalahan atas peristiwa meninggalnya Husein justeru menjadikan hari itu sebagai sebuah perayaan?
Tidakkah hal itu juga mirip dengan bagaimana kaum Nasrani yang dalam kasus penyaliban Al Masih_namun Allah menyelamatkan, lalu merekapun merasa bersalah terus menjadikan itu sebagai sebuah seremonial?
Bukankah peristiwa pembunuhan, yang menyebabkan syahidnya para sahabat dekat dan keluarga Nabi lainnya pernah terjadi pada waktu sebelumnya? Bukankah, banyak sahabat yang masih keluarga Nabi juga ada yang bahkan sampai dicincang, diambil jantungnya ? Tapi, kenapa pada zaman Nabi tidak kemudian menjadi sebuah kesedihan berlarut-larut yang kemudian menjadi sebuah peringatan/seremonial khusus? Bukankah, syahid adalah cita-cita hidup mereka dan surga adalah balasan untuk mereka? Bahkan kisah para Nabi yang dibunuh, dibantai oleh kaumnya sendiri sebelumnya juga pernah terjadi. 

Hati-hati dengan pemikiran dan pemahaman yang kita bangun dalam memahami agama ini. Kesesatan seseorang itu bisa karena : pemikiran-pemikiran yang keliru atau pemahaman yang belum benar. Kebenaran bahkan kadang menjadi soal rasa, rasanya benar, masuk akal tapi ternyata jauh dari tuntunan dan petunjuk. Bukankah sebaik-baik contoh adalah apa yang dilakukan Nabi SAW dan para sahabat? kemudian masa setelah sahabat yaitu para tabi'in disusul tabiut tabiin? Mereka masih sangat dekat dengan seluruh latar belakang turunnya wahyu dan bagaimana wahyu itu diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Padahal, agama ini adalah agama wahyu bukan agama pemikiran+pemahaman akal saja. Jika demikian waah, bisa kacau semuanya karena setiap orang, kelompok mempunyai pemikiran yang berbeda-beda, kemampuan pemahaman yang bertingkat-tingkat pula. dan, sangat banyak pemikiran + pemahaman yang sering didominasi oleh hawa nafsu, jika hal itu dibenarkan oleh hati tentulah sangat bahaya. Wahyu adalah SOP standar dengan juklak juknisnya melalui utusan terpercaya Rasulullah SAW.
>> Maka mengapa dalam agama kita dikenal adanya perbedaan? Perbedaan / khilafiyah itu ada ya karena banyaknya perbedaan dalam pemahaman yang bertingkat-tingkat. Hal itu boleh selama pada masalah furu' (disitulah letak tasamuh/toleransi) selama bukan masalah pokok agama>akidah.

Ahad pagi@sinau lan ngaji 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar